[Ficlet Series] Eve For Adam 11

Beside the story, I own nothing. All cast belongs to God and their family.

-dina-

.

.

“Dia datang lagi..”

“Dia?”

“Hem..”

“Apa kalian saling bertegur sapa?”

“Tidak..”

“Lalu?”

“Aku lari..”

Dokter Sam mengatupkan bibirnya, jemarinya masih setia memegang bolpoin. Alat perekam masih tergeletak di sisi sofa. Berusaha membaca arah pembicaraan Sunmi yang berlompatan. Ia harus jeli menilai penjelasan demi penjelasan alam bawah sadar Sunmi.

“Aku merasa bersalah, takut..” Buliran air mata mengalir di sudut mata Sunmi. Air mata kesekian kalinya yang ia tampakkan. Dahulu, tepatnya lima tahun yang lalu saat Tuan Bae membawa Sunmi kepadanya, kondisi Sunmi sangat mengkuatirkan. Di usia tiga belas tahun, Sunmi dihadapkan pada kenyataan meninggalnya ibu terkasih dengan cara mengenaskan.

“Mengapa kau menangis?”

Sunmi terisak kecil, bibirnya bergetar. Seolah-olah ingin mengatakan rahasia besar kesekian kalinya.

“Eomma..”

“Kau masih mengingatnya?”

“Tidak, aku tidak ingin mengingatnya tetapi dia kembali datang. Eomma sangat kesakitan..”

“Sst!” Dokter Sam mendekati tubuh Sunmi, merapalkan kalimat demi kalimat sugesti agar Sunmi terbebas dari rasa bersalah. Menyembunyikan kekerasan yang menimpa ibunya seorang diri. Kekerasan yang dilakukan para debt collector terhadap ibunya yang tidak berdaya. Ia juga tahu persis kenyataan jika penyakit kanker rahim perlahan menggerogoti tubuh ibunya perlahan di saat bersamaan.

Sunmi menemani saat-saat terburuk ibunya ketika kedua saudaranya bersekolah dan ayahnya yang sibuk bekerja menyambung kehidupan mereka yang berbalik seratus delapan puluh derajat pasca kebakaran yang melalap habis kediaman mereka. Sunmi kecil adalah anak yang paling dekat dengan ibunya kala itu, jiwanya terguncang tatkala melihat dengan kedua matanya sang ibu meregang nyawa dengan cara bunuh diri.

“Terkadang aku ingin memukulinya..”

“Tapi dia sudah mendapatkan ganjarannya sayang..”

“Dia?” Myungsoo masih berusaha menerka arah pembicaraan Sunmi dan dokter Sam. Ia mencatat dengan seksama sembari menyimak lekat-lekat. Berusaha menarik benang merah antara cerita Janice dengan perkataan demi perkataan Sunmi.

“Aku tahu itu..” Sunmi tersenyum kecil. “Tuhan telah menghukumnya.”

Dokter Sam mengangguk. “Lalu, apa yang belum aku ketahui sayang?”

Hening tiba-tiba menyergap. Sunmi mengatupkan bibirnya yang kembali bergetar.

“Bagaimana jika eonni tahu?”

“Tentang?”

Myungsoo bergeming, rasa penasaran menyeruak bersama dengan degupan jantungnya yang semakin berdetak cepat. Pembahasan mengenai Sooji.

“Oppa menyentuhku..”

Dokter Sam menegakkan tubuhnya, raut wajahnya berubah serius. “Menyentuh? Di bagian mana?”

Myungsoo membulatkan kedua matanya tatkala mendengar kalimat demi kalimat bergulir dari bibir Sunmi, sebuah cerita yang sangat rapat Sunmi simpan hingga menyebabkan ia mengalami mimpi buruk berkali-kali. Menghadirkan mood buruk di hari-harinya, menguak trauma lama yang dialaminya ketika ibunya masih hidup.

“Aku sangat kotor!”

Myungsoo menunduk, entah mengapa tangannya mengepal tiba-tiba. Jika saja ia mengenal keluarga Bae dari dahulu, mungkin lelaki yang dimaksud Sunmi telah habis di tangannya.

“Menangislah sayang..”

——-

Myungsoo menatap mobil yang berlalu lalang. Hampir setengah jam lamanya ia berdiri di depan sebuah gedung perusahaan finansial. Setelah berargumen panjang, ia akhirnya akan bertemu dengan Sooji selepas interviu kerja yang harus dijalani Sooji.

“Eve!” Myungsoo membuang cup kopinya, lalu berjalan mendekati tubuh Sooji yang siang ini tampak lebih rapi dengan setelan kantoran.

“Bagaimana?”

Sooji untuk pertama kalinya tersenyum senang. “Menurutmu?”

Myungsoo menatap lekat Sooji, mungkin tebakannya benar kali ini. “Kau mendapatkan pekerjaan itu?”

Sooji mengangguk mantap, binar terpancar di kedua matanya.

“Chukkae!” Myungsoo mengusap lengan Sooji, bukan tampikan yang ia terima melainkan senyum merekah nona Eve kesayangannya.

“Ada apa bersikeras menemuiku?”

Myungsoo mengalihkan pandangannya ke segala penjuru, lalu kembali pada wajah Sooji yang mengapit dokumen. Mengerjap cantik menatapnya lekat.

“Setelah ini kau mau kemana?” Tanya Myungsoo.

Sooji mengedikkan bahunya, “Tidak ada. Aku akan pulang lebih cepat. Besok aku ke tempat Miss Janice, mengurus pengunduran diriku, lalu bekerja mulai Senin depan. Waeyo?”

“Ah..” Myungsoo mengangguk-angguk. “Berarti kau memiliki dua hari untukku!”

Sooji menelengkan kepalanya, menatap heran lelaki Kim yang dengan percaya diri seolah-olah memilikinya. “Selalu penuh percaya diri. Kau ini seorang Abramis sejati!”

Myungsoo tergelak mendengar ejekan Sooji. “Wajar ‘kan! Aku putra satu-satunya Abram Kim.”

Sooji meninju perut Myungsoo, dibalasnya dengan raut wajah pura-pura kesakitan.

“Yya! Kali ini apa maumu?” Sooji kembali menampakkan sifat aslinya, dingin.

“Temani aku ya!” Jemari Myungsoo menarik pergelangan tangan Sooji, menuntunnya menyusuri jalanan kota Seoul.

Sooji mengerjap pelan, untuk kali ini ia tidak melawan ketika Myungsoo menggandengnya, berceloteh banyak hal.

“Janice suka beef galbi..” Sooji memotong kalimat Myungsoo.

“Hem? Apa?”

“Kita bisa membawakannya beef galbi.”

“Kau ingin ke Daisy Classy setelah ini?”

Sooji mengangguk pelan, lalu tersenyum kecil. “Itaewon menyenangkan ya? Banyak orang asing di sini, Tuan Abram seperti bertandang di negeri kalian..”

Myungsoo melepas pergelangan tangan Sooji perlahan, menatap heran Sooji yang berjalan mendahuluinya. “Mengapa berhenti di situ?” Sooji membalikkan tubuhnya saat menyadari Myungsoo tidak lagi berjalan di sisinya.

“Eve!”

“Hem?”

Myungsoo berjalan mendekati tubuh Sooji, bukan lagi memegang pergelangan tangan Sooji melainkan menautkan erat jemarinya pada jemari Sooji.

“Myungsoo-ssi!”

“Aku takut kau hilang lagi, makanya seperti ini saja ya. Kau aman bersamaku..”

Sooji mendorong tubuh Myungsoo, tapi tetap membiarkan jemari tangan kirinya bertait erat dengan sang Adam kecilnya.

“Sangmoon mengatakan kau sangat galak ketika mengajar…”

“Jinca?”

“Hem, coba mahasiswamu tahu kenyataan segombal ini kau di luar jam mengajarmu. Mereka pasti akan menertawakanmu keras-keras.” Sooji melemparkan ejekan maut, wajahnya menggoda usil.

“Aku tidak segalak itu. Mereka saja yang rebel.”

“Oh my..”

“Kau tahu? Aku sangat sadar mereka tertarik padaku, maka dari itu aku membatasi diri.”

“Nugu?”

“Mahasiswiku..”

“Yya!”

“Bayangkan jika aku seramah ini pada mereka, yang ada hanya rengekan minta dispensasi macam-macam padaku. Aku tidak suka!”

Sooji mengamati dari samping wajah Myungsoo yang tiba-tiba keluar sifat aslinya, penggerutu dan pendebat ulung seperti dahulu saat mereka sekolah.

“Eve..”

“Hem?”

“Jangan sungkan meminta tolong padaku.”

“Tentang?”

“Apapun..”

——–

Taewoo mengejar tubuh Sunmi yang berlari tiba-tiba. Kembali ia dihadapkan pada perubahan sikap Sunmi yang tiba-tiba selepas pertemuan tidak sengaja dengan seseorang. “Sunmi-ya, waeyo?” Taewoo menarik tubuh Sunmi. Nafasnya terengah.

“Aku..aku..” Sunmi tampak kebingungan, ia ingin mengatakan pada Taewoo mengapa harus berlari secepat ini.

“Sunmi-ya!” Taewoo memegang bahu Sunmi. “Katakan padaku, apakah Cho Yoon Jae penyebab kau lari?”

Tubuh Sunmi menegang, ini kali keempat ia bertemu dengan Yoon, mantan kekasih Sooji.

“Tidak!”

“Sunmi-ya!”

Sunmi menggeleng berkali-kali, perlahan ia menjatuhkan dirinya, meringkuk di sudut gang.

“Sst! Ada aku di sini..” Taewoo mendekap erat tubuh Sunmi, gadis yang ia sukai sedari dulu. Jemarinya menepuk pelan punggung Sunmi.

“Haruskah aku menceritakannya pada Sangmoon?”

TBC