chaptered

Vous, Moi Et Dieppe [10]

PhotoGrid_1469461373903[1]Beside the story, I own nothing. All cast belongs to God and their family.

-dina-

.

.

Pernikahan Pierre dihelat dengan cara yang sederhana namun terkesan sakral. Yuke Smith tampak sangat cantik dengan gaun putih elegan membungkus tubuh rampingnya, lalu Pierre yang sengaja menumbuhkan sedikit jambang tampak enggan menanggalkan senyumnya menyambut para kolega dan sahabat serta keluarga yang berjumlah tidak lebih dari dua ratus lima puluh orang. Awan yang menutupi puncak pegunungan Vonje serta langit biru cerah berbalut udara sejuk menjadi latar ikrar nantinya, dan Sooji tidak hentinya-hentinya menganggumi konsep yang diambil pasangan sempurna ini.

“Arah jam delapan, Gezz tampan sekali!”

Sooji menengok ke belakang ketika bisikan demi bisikan tamu perempuan ia dengar. Seorang pria berkebangsaan Perancis berdiri diantara kerumunan, tawa tidak lepas dari wajahnya, berdiri tegap berpenampilan tidak terlalu rapi. Sangat mendekati tipe ideal kebanyakan wanita asing, namun sepertinya tidak bagi Sooji.

“Hei!”

Sooji melengos ketika suara Pierre membuyarkan pengamatannya. “Hem?”

“He doesn’t looks like he does.” Pierre menjuruskan pandangannya akan lelaki yang menjadi pusat perhatian sebagian besar koleganya tersebut, lalu ia beralih menatap wajah Sooji yang dipenuhi tanda tanya.

Kening Sooji mengerut, berusaha menelaah perkataan Pierre. “Kau tidak perlu cemburu Pierre, cukup Yuke bagimu mulai saat ini.”

Pierre tergelak, Sooji selalu tahu apa isi kepalanya, ia yang tidak rela kehilangan para fans wanita yang beralih pada sepupunya yang datang dari Paris. “Aku tidak cemburu padanya, tapi yang kukatakan benar.”

“Tetap saja menyangkal.”

Pierre mengulum senyum, jika Sooji tidak memandang lelaki Perancis ini sebagai sahabatnya, mungkin ia akan sama seperti wanita lain yang menggagumi Pierre from head to toe. “Kau tidak cemburu aku menikah?”

“Maksudmu?”

“Mungkin saja kau kehilanganku?”

Sooji mendesah pelan hingga lelaki di hadapannya mampu membaca isi pikirannya, “Jika boleh jujur, iya aku cemburu.”

“Oh?”

“Pada pernikahan indah ini,” Sooji tersenyum lembut. “Aku menyukainya.”

Pierre bernafas panjang, lalu menepuk pelan punggung sahabatnya. “Aku tahu kau tidak akan cemburu melihat aku menjadi milik wanita lain, namun tidak ada salahnya kau perhatikan sungguh-sungguh perhelatan ini untuk kau tiru kemudian.”

Sooji menatap sayu Pierre, ingin sekali ia mengangguk namun sulit. Berada di bawah bayang-bayang Myungsoo hingga saat ini terkadang membuatnya mual, mengapa ia harus merasakan hal yang sama seperti dulu ia lalui ketika kehilangan Kang Joon.

“Hei jangan melamun!”

Sooji kembali tersadar, mendorong tubuh Pierre untuk menjauhinya. “Kau suami Yuke sekarang, kurangi skinship-mu untukku.”

Pierre meletakkan tangan kanannya pada jemari Sooji, mengamati dari atas hingga bawah penampilan perempuan Korea yang berdiri cukup anggun di hadapannya. Gaun sepanjang lutut berwarna kuning gading dengan ornamen renda di bahu, lalu sepatu berhak lima senti dengan rambut yang digelung rapi bersemat pita berwarna senada menampakkan kecantikan khas musim panas kota Alsace. “Aku yakin dia tidak akan menurunkan kameranya jika melihatmu seperti ini.”

“Hem? Siapa?”

Pierre tertawa lagi, membuang nafas panjangnya. “Hah, kalian mungkin memang berjodoh!”

Sooji lagi-lagi dibuat penasaran akan kata-kata aneh Pierre akhir-akhir ini, seolah-olah seseorang menunggunya namun tidak terceritakan dengan jelas. Usaha Pierre yang selalu menghalangi dirinya bersahabat dengan pria lain padahal selama ini tidak pernah sekalipun mempergunjingkan hubungan pertemanan Sooji dengan pria manapun, termasuk dengan lelaki Kim yang meninggalkannya dua tahun yang lalu. “Aku tidak tertarik dengan kelakarmu, sekarang berhenti menggodaku dan jalankan pernikahan ini. Mengerti!”

Pierre menggeleng berkali-kali, menyempatkan diri menyentil ujung hidung sahabatnya yang dibalas dengan dengusan kecil. Kalian benar-benar aneh.

..

“Bisakah kau membantuku?”

“Apa kompensasinya? Kau tega meninggalkan Sooji dengan perasaan hampa, lalu kembali menghubungiku hanya untuk menanyakan kabarnya?”

Pierre tahu jika mungkin banyak hal yang Myungsoo pikirkan, iapun juga lelaki seperti Myungsoo meskipun mereka dua karakter yang berbeda berusaha dipahaminya. Menjalin hubungan jarak jauh dengan latar belakang pekerjaan yang Myungsoo miliki sangat sulit untuk dijalani, namun setidaknya beri Sooji kesempatan untuk benar-benar membuka perasaan kala itu. Jika ia menjadi Myungsoo, mungkin keputusan yang diambil tidak seekstrim seperti yang Myungsoo lakukan, meninggalkan tanpa memberi kesempatan keduanya mengutarakan perasaan masing-masing. Ia akan mengutarakannya meskipun konsekuensinya mereka berjarak ratusan kilometer nantinya, tapi ia sanggup. Mungkin.

“Apakah menurutmu aku salah mengambil keputusan?”

“Bisa jadi, jika saja kau bertahan di sini, mungkin kalian telah menikah. Siapa tahu?”

Terdengar suara helaan di seberang benua yang memmisahkan keduanya. “Kau tidak sepenuhnya benar, aku juga tidak sepenuhnya salah. Ketika aku mengambil jalan menjauhi apa yang aku suka demi sebuah cita-cita, aku belajar untuk menerima diriku sendiri. Lalu takdir membuka kembali jalan untuk kami, semua tidak bisa kau kendalikan. Begitupun aku, berapa banyakpun rencana yang ingin kuraih, takdir membawaku kembali ke Korea, tempat yang sedari dulu tidak ingin aku singgahi demi sebuah obsesi.”

Kedua alis Pierre beradu, jemarinya meraih cangkir kopi yang ia sesap isinya kemudian, menyimak argumen lelaki Kim yang jujur membuatnya gemas. “Lalu? Kau pikir kebetulanmu itu menjadikanmu percaya jika Sooji suatu saat menjadi milikmu, begitu? How funny!”

Myungsoo tersenyum kecil, kekanakan memang jika Pierre tidak menyukai kemunculannya lagi, namun mendekati Sooji bukan langkah yang mudah setelah ia tahu jika wanita itu cukup bersedih sepeninggal dirinya. Jika dulu Pierre memintanya menghubungi dirinya jika berubah pikiran, sekaranglah saat itu. Saat yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Usahanya mati-matian mencari kartu nama Pierre yang terselip di dokumen-dokumen imigrasi miliknya setelah ia menetap di Gwangju. “Kau boleh memarahiku sesukamu, tapi bisakah kau membantuku?” Myungsoo menjeda sebentar kalimatnya. “Aku menyukainya, sangat bodoh jika aku kehilangan dirinya lagi.”

Terdengar dengusan dari hidung Pierre, “Itu kalimat terburuk yang pernah kudengar.”

Myungsoo tahu jika menghubungi Pierre tidak akan semulus rencananya yang ia susun bersama istri Minhyuk, namun untuk kali ini ia menaruh harapan besar pada lelaki Perancis ini. Menyusul Sooji tidak semudah membalikkan telapak tangan, bukan seperti drama-drama yang semudah itu menampakkan diri lalu berpelukan dan semua kembali seperti dulu. Tidak, ia seorang pekerja biasa yang tidak bisa seenaknya meninggalkan kewajiban.

Myungsoo juga sadar jika pemikirannya dulu egois hingga tidak memberi kesempatan Sooji untuk membuka rasa sukanya. “Beri aku kesempatan, kumohon. Aku ingin menghabiskan waktu hidupku bersamanya.” Myungsoo sedikit merinding ketika kalimat aneh yang meluncur begitu saja dari bibir tipisnya, sebelah tangannya mengusap wajah lalu manik matanya memandang langit malam kota Gwangju. “Aku mencintainya.”

Pierre tidak terkejut, menunggu kalimat pamungkas Myungsoo membutuhkan waktu bertahun-tahun. Kebodohan yang tidak mungkin ia lakukan, Pierre lelaki open minded tidak seperti Myungsoo yang hanya terobsesi pada mimpi-mimpinya. “Jika kau di hadapanku saat ini, bisa kupastikan wajahmu tidak akan semulus seperti sekarang.”

Deg! Myungsoo merasakan perutnya bergumul ribuan bulu, senyumnya terbit seketika. “Aku tahu kau akan membantuku.”

“Ini kesempatan terakhir, jika kau kembali menghilang jangan harap hidupmu akan damai Kim Myungsoo.”

“Aku mengerti, terima kasih Tuan Chaldron.”

“Jadi, kapan kau akan menghubunginya?”

Myungsoo menggeleng, kembali ia mengamati potongan foto demi foto yang pernah ia punya di dalam kameranya ketika bersama Sooji. “Belum saatnya, dengarkan rencanaku….”

——–

Myungsoo menyusuri wajah gadis remaja di hadapannya yang sibuk menyedot milkshake pesanan Soojung. Ia tidak henti-hentinya takjub betapa perempuan yang sengaja dibawa serta Soojung menuju kafe sangat amat mirip dengan Sooji.

“Ah! Eonni, bisakah aku tambah lagi?”

Soojung yang sibuk dengan ponselnya memasang wajah aneh. “Kau sudah menghabiskan dua gelas La Naa-ya, masih kurang?”

Myungsoo tertawa geli, Soojung tetaplah Soojung, wanita dingin sekaligus cerewet pilihan Minhyuk, sahabat sang kakak, Kim Hyunsoo. “Memang tidak takut gemuk?”

“Tidak!” La Naa dengan wajah menggemaskan menggembungkan pipinya lalu menggeleng. “Aku masih dalam masa pertumbuhan, wajar kan jika aku cepat lapar.”

“Ha ha!” Soojung tertawa garing, lalu menyingkirkan gelas dari hadapannya. “Jadi apa kau sudah tahu siapa pria ini?”

La Naa mengedikkan bahunya, lima belas menit mereka di sini, namun Soojung sibuk dengan ponsel dan lelaki baru ini duduk berbasa-basi menyapanya. Lalu ketika semua telah selesai dengan kegiatan masing-masing –terutama Soojung, lelaki itu memajukan tubuhnya dengan senyuman kecil. “Beliau sudah memperkenalkan diri tadi, namanya Tuan Kim Myungsoo.”

“Oh, kalian sudah berkenalan rupanya?”

La Naa semakin gemas dengan sikap Soojung yang mengacuhkannya demi panggilan sang kakak ipar, ia cukup maklum karena Soojung baru tiga minggu menyandang marga baru, Nyonya Kang Minhyuk. “Sebenarnya eonni membawaku ke sini untuk apa?”

Myungsoo melipat kedua tangan di atas meja, “Jung Soojung, apa kau belum menceritakan rencana kita?”

Soojung melihat Myungsoo dan La Naa bergantian, lalu menepuk keningnya. “Belum, aku lupa.”

“Astaga!”

La Naa kian dihinggapi perasaan penasaran, radarnya mengatakan jika sesuatu terjadi diantara Soojung dan lelaki dewasa di hadapannya ini. “Kalian bukan sepasang kekasih kan?”

“Mwo!”

Soojung tiba-tiba memekik, membuat La Naa memundurkan punggungnya. “Kau mau kutimpuk nona?”

“Tentu saja tidak, Yya! Eonni tidak jelas, memang kita mau apa di sini?”

Myungsoo ingin tertawa keras melihat Soojung menepuk pinggul La Naa berkali-kali. “Hentikan, kau seperti anak kecil Jung!” Myungsoo menarik siku Soojung. Menjauhkan jemari lentik itu dari tubuh La Naa.

“Hem untung kau adik sahabatku, kalau tidak….”

La Naa meringis dengan dua jari terangkat. “Jangan marah eonni, aku tidak akan menceritakan pertemuan rahasia kalian, janji.”

Yya!”

Myungsoo tergelak, wajah Soojung merah padam karena kesal, berkebalikan dengan sikap santai La Naa yang sangat jauh dari karakter kakak kandungnya. “Hei, kalian akan cepat lapar jika seperti ini. Hentikan La Naa-ya.”

“Oh?” Bibir La Naa membulat, wajahnya tampak heran dengan panggilan Myungsoo yang terdengar akrab. “Memang anda siapa Myungsoo-ssi?”

Soojung membenarkan juntaian rambutnya yang sedikit berantakan akibat ulah La Naa. “Dia calon kakak iparmu.”

“Kakak ipar? Maksudnya?”

———

Sooji tidak habis mengerti mengapa Pierre akhir-akhir ini gemar mengunjunginya bersama sang istri. Sekedar makan malam, mengobrolkan banyak hal, berfoto bersama. Kebiasaan terakhir ini yang membuatnya sedikit merinding. Bukannya berpikiran aneh, namun Pierre sangat jarang memintanya berfoto, namun menjelang pernikahan ia justru menemukan hobi baru Pierre bersama kamera barunya. Bahkan semakin menjadi setelah tiga bulan lelaki Chaldron ini menikahi Yuke Smith.

“Tersenyumlah dear!

Sooji meletakkan jari telunjuk pada bibir mengisyaratkan jika orang lain mendengar pasti akan terjadi salah paham diantara mereka. “Kau pria beristri Pierre, hentikan memanggilku seperti itu!”

Pierre seolah-olah tidak mendengar protesan Sooji tetap menaikkan kameranya, membidik Sooji dari segala sisi sembari berdendang kecil. Tampak Yuke menghampiri mereka dengan satu piring penuh berisi bruchetta garlic dan tangan satunya membawa satu mangkuk besar salad lalu meletakkannya pada meja kayu bundar diantara mereka.

“Yuke.”

“Hem?”

“Apakah kau merasakan perilaku aneh suamimu?”

Yuke menepuk kedua telapak tangannya, memindahkannya pada pinggang ramping sembari tersenyum menatap Sooji yang tidak lebih tinggi darinya. “Aneh?”

“Hem, dia dan kameranya.”

Yuke tersenyum kecil mengamati wajah serius suaminya yang memperhatikan dengan seksama layar kamera. “Maksudmu, kau yang selalu ia bidik?”

Astaga kau juga menyadarinya. Sooji menggigit bibirnya, mengibaskan jemarinya cepat. “Jangan salah paham, aku tidak memintanya memfotoku.”

Yuke menyipitkan kedua matanya, “Kau membuatku cemburu nona!”

“Maaf.”

Yuke semakin ingin tertawa keras ketika pipi Sooji memerah, wajah polos penuh penyesalan itulah yang mungkin membuat lelaki Korea itu menyukainya. “Suamiku!” Yuke berjalan melewati tubuh Sooji menghampiri Pierre yang terperangah ketika jemari Yuke menyentuh dagunya kemudian menghadiahkan ciuman hangat di bibirnya.

Sooji menatap dalam diam, dadanya ikut berdegup tatkala Pierre membalas kecupan istrinya tanpa sungkan di hadapan dirinya. Andai saja. Sooji menggeleng cepat, mengusir angan aneh yang mewarnai pikirannya, tiba-tiba.

Sweet, sekarang mari kita berfoto!” Pierre tiba-tiba menjadi sebuah boneka hidup ketika Yuke berhasil mengambil alih kamera.

Hah, kurasa aku benar-benar cemburu dengan kemesraan kalian. Sooji membalikkan tubuh, kembali menata ulang isi meja yang belum terselesaikan. Pikirannya kosong, ia semakin ingin kembali ke Korea, sesuatu memaksanya untuk segera mengakhiri masa sendirinya di sini. Mungkin saja ia mendapatkan hal baru sekembalinya ke Korea nanti, hari-hari yang selalu ia hitung mundur. Seoul, tempat ia akan berkumpul kembali dengan orang-orang terkasih.

——–

“Kau harus bersiap oppa.”

“Aku selalu siap, memang kenapa?”

“Sepertinya eonni-ku mendapatkan teman kencan baru.”

“Oh iya?” Myungsoo meletakkan buku milik La Naa dia atas meja, buku berisi ulasan biologi yang membosankan.

“Hem, dia mengatakannya padaku kemarin jika seorang pria China mendekatinya di sebuah pertemuan.”

“Lalu?” Myungsoo melipat kedua tangan di depan dada, menyimak kalimat perempuan remaja yang duduk di hadapannya tanpa melepaskan pandangan dari laptop yang disandangnya.

“Aku tidak tahu, tapi eonni terdengar bahagia.” La Naa menghentikan jemarinya di atas keyboard, tersenyum tanpa dosa membalas tatapan Myungsoo. “Kau cemburu tidak?”

Myungsoo tidak berekspresi, pikirannya berusaha menebak kejujuran La Naa. Mengandalkan Pierre saja untuk mengawasi Sooji tidak cukup. “Harusnya bagaimana?”

La Naa mengerucutkan bibirnya, menggoda Myungsoo kadang membuatnya kesal. Tanggapan yang ia inginkan terkadang luput, Myungsoo memang lelaki dewasa yang tidak meledak-ledak mengekspresikan perasaannya seperti suami Soojung. “Eonni-ku itu cantik, cerdas, banyak pria yang menyukainya.”

Myungsoo menelengkan kepalanya, berusaha melihat wajah La Naa yang bersembunyi di balik kacamata minus.

“Tapi kenapa dia hanya menyukaimu, aneh sekali….”

Myungsoo mengulum senyum ketika gumaman kecil La Naa sanggup ia dengar. Spontan jemarinya terangkat mengacak puncak kepala gadis remaja menggemaskan ini. “Belajar yang rajin, kau tidak ingin kakakmu yang cantik itu tidak memujimu kan?”

La Naa bersungut kecil, mengambil lagi buku diktat besar di sampingnya. Membiarkan Myungsoo tersenyum bak orang gila meninggalkannya. “Heh, hanya seperti itu saja senang. Orang dewasa memang aneh.”

La Naa mengangkat pandangannya pada langit-langit kafe sepeninggal Myungsoo. Menunggu pasangan romantis di kafe milik keluarga Kim ia lakukan beberapa kali ketika ia mengiyakan ajakan Soojung bepergian ke Gwangju. Bagaimana jika eonni-ku tidak lagi menyukaimu, oppa?

La Naa menarik nafas panjang, menunggu detik-detik pertemuan Myungsoo dengan sang kakak sangat menyenangkan, namun di sisi lain ia tidak bisa membayangkan jika rencana mereka akan gagal nantinya. Ia bahkan tidak bisa menjamin apakah kakaknya akan menerima Myungsoo kelak setelah ia mendengar jika Sooji memang dekat dengan seorang pria. Dan kalimat pelan terakhir yang ia katakan hanya sebuah kebohongan semata, demi menaikkan perasaan Myungsoo. Maafkan aku Tuhan, aish!

——-

Daun gugur menjadi tanda jika dirinya akan segera bertemu dengan Sooji. Ketenangannya terusik perlahan, menunggu bukan hal yang menyenangkan, apalagi dengan ketidakpastian seperti yang dialaminya. Apakah Sooji-nya berubah? Apakah hati wanita itu sanggup menerimanya? Serta apakah-apakah lain yang menari-nari di dalam pikirannya tatkala susunan mozaik itu mulai lengkap tersusun menjadi sebuah gambar kapal besar seperti yang ia naiki beberapa tahun yang lalu. Lalu di dalamnya terdapat ratusan foto berwajah cantik, foto yang sebagian besar ia terima dari lelaki Perancis yang ikut memuluskan rencananya bertemu kembali dengan Sooji.

Myungsoo bukan tipikal pria romantis yang akan bertekuk lutut di hadapan wanitanya, ia hanya meletakkan hatinya pada sebuah karya yang menyatukan obsesinya. Kapal dan Sooji, dua hal itu yang mengisi pikiran dan hatinya satu tahun terakhir setelah ia tahu jika takdir menyentilnya untuk tersadar jika hidup tidak akan selamanya seorang diri. Ia membutuhkan seorang wanita, dan entah mengapa Sooji justru yang membuatnya kalang kabut dengan berpuluh rencana yang mungkin akan ia jalankan ketika mereka bertemu nantinya.

——-

La Naa memutar tubuhnya, berkali-kali ia mengedarkan pandangan. Bandara Incheon tampak penuh, berdiri di pintu kedatangan telah ia lakukan sedari satu jam yang lalu. “Kau dimana eonni?”

Kling!

La Naa mengamati ponselnya, panggilan dari Soojung membuatnya semakin kesal, dua puluh missed call. “Iya?”

“Hei, kau dimana La Naa-ya?”

“Aku masih menunggu, kenapa tidak tampak?”

“Tampak? Siapa?”

“Sooji eonni.”

Hening sesaat.

“Sooji telah bersamaku La Naa-ya, pertanyaanku sekarang, kau menunggu dimana? Kenapa tidak mengangkat panggilanku?”

“Hah? Bagaimana bisa?” La Naa membaca tulisan yang tertera di atas sebuah pintu besar kedatangan. “Dalam negeri?” La Naa melongo mendengar teriakan Soojung di seberang ponselnya. “Astaga!”

Kakinya segera melangkah selebar ia bisa, perlahan menjadi sebuah lari menuju tempat dimana kedua kakak perempuan cantik justru menunggunya. “Mianhe! Tunggu aku eonni-ya!”

..

Sooji tertawa kecil melihat betapa ributnya Soojung dan La Naa, lalu duduk di sebelahnya Joochan yang telah tumbuh menjadi anak lelaki yang tampan tengah asik dengan ponselnya.

“Banyak yang berubah.”

“Hem, kau tahu mall itu baru saja dibangun tahun lalu. Eonni kuajak nanti ke sana, mau kan?”

“Aku mau!” Joochan mengacungkan cepat telunjuknya mendengar rencana La Naa mengunjungi mall besar yang sangat disukainya.

“Aku ingin menikmati sungai Han, sepertinya semakin indah.” Sooji mengamati jalan yang mereka lalu dari balik jendela mobil.

“Kau benar, sangat cantik di malam hari, Ji. Mau kutemani?” Soojung melirik sekilas pada kaca spion tengah.

Sooji mengangguk, binar mata tampak menghiasi wajah ayunya. Aku telah kembali ke Korea, bagaimana kabarmu? Sooji tersenyum kecil memandang tumpukan daun gugur di sisi jalan, seakan tidak percaya ia telah melewati masa-masa itu. Masa dimana ia memendam kerinduan seorang diri tanpa menyadari jika mungkin seseorang yang ia pikirkan juga menyimpan perasaan yang sama. Welcome autumn.

——

Ayahnya gemar memainkan alat musik, tidak aneh jika Sooji bisa memainkan beberapa alat musik seperti piano, gitar, bahkan dulu sempat berlatih memainkan biola seperti yang Joochan lakukan. Gitar klasik berwarna putih tersebut diambil setelah ia menaruh cangkir minumannya di atas meja. Berpikir sejenak lagu apa yang akan ia mainkan. Jemari kecilnya bergerak lincah, sementara pandangan menatap langit yang berubah menjadi gelap karena malam.

“Mau memainkan lagu apa?”

Sooji menoleh ke belakang ketika suara Soojung tertangkap dengar, berjalan menghampiri tubuhnya di teras belakang kediamannya. “Kapan suamimu datang?”

Soojung menarik salah satu bangku, meletakannya di sisi Sooji. “Sepuluh menit lagi, memang kenapa?”

Sooji menggeleng sembari tersenyum. “Aku tidak menyangka kau telah menikah.”

Soojung menguncir tinggi surai cokelatnya, membiarkan kedua mata tajamnya mengamati wajah bahagia Sooji. “Maaf.”

“Maaf? Untuk?”

Soojung menghela nafas, tatapan sayangnya tidak berubah. “Minhyuk oppa memintaku menikahinya. Dia benar-benar tahan dengan diriku yang cerewet ini. Bagaimana bisa aku menolaknya?”

Sooji tertawa geli melihat wajah penuh penyesalan Soojung. “Yya! Aku tidak semenyedihkan itu, Jung.”

Soojung mengangkat kedua tangannya, memeluk sebentar tubuh Sooji. “Aku tahu kau bahagia saat ini.”

Sooji memundurkan tubuhnya ketika Soojung melepas pelukan, lalu mengangguk-angguk seperti boneka. “Kau tidak merindukan suaraku?”

Soojung mencubit gemas pipi sahabatnya, “Bless You. Aku ingin kau memainkannya untukku.”

“Bless you? Loveholic?”

Soojung mengangguk, menatap jemari Sooji memetik dawai gitar perlahan. Suara merdu memecah kesunyian malam. Dari balik pintu kaca, La Naa mengabadikan kebersamaan kakaknya bersama Soojung untuk kemudian mengirimkannya pada lelaki yang sibuk menata hatinya di seberang sana. “Kuharap kau suka, oppa!”

..

Myungsoo mengamati layar ponselnya, senyum tulus mengembang menaikkan rasa rindunya. Jantungnya berdetak lebih cepat, jarak mereka kian tipis, pertemuan hanya tinggal menghitung hari. Dan malam ini ia hanya sanggup mengamati benda berpigura putih di hadapannya yang telah tergantung sempurna. Sebuah kejutan yang akan ia berikan padanya. Jemarinya mengusap pelan kaca yang menghalangi foto dari udara luar. “Kuharap kau suka, Ji.”

TBC

11 thoughts on “Vous, Moi Et Dieppe [10]

  1. udah tau endingnya *agak lupa* tetep aja penasaran pertemuan myungsooji..
       ∧_∧
      (_ _ ) maaf…
       ヽ ノ)
          」」
    baru komen

    Like

  2. Semakin tidak sabar dengan pertemuan mereka, dan rasanya cerita yg kali ini lebih manis dan berkesan…
    Ditunggu next partnya, gomawo 🙂

    Like

  3. Akhirnya dipublish lagi, aku kira eonni udh gak bakalan buat ff lagi, syukurlah semoga ff ini diselesaikan eonni, jgn stuck ditengah jalan kasihan sma hubungan myungsooji kalo ikut2an stuck ditengah jalan heheheeee
    Sumpah ini manis banget, suka sama karakter myungsoo disini, yah walaupun dlu sempat lebih memilih obsesinya dri perasaannya sendiri, tpi bersyukur akhirnya dia udah sadar kalo hidup jga butuh pendamping hehe
    Next chapter ditunggu eonniiii 😀
    Fighting 🙂

    Like

  4. Aq lupa udah coment apa blm d chap2 sblmnya…tp ga tau knp aq suka bgt bc tulisan2 kmu dinaaaaa…smuanya tu bkin apa ya, susah d ungkapin., pokoknya dpt bgt smpai kehati… Ttp semangat…

    Like

Leave a comment